Selasa, 24 Januari 2012

Masih Ada Cinta Yang Lain


Hari ini adalah hari pertama Tina masuk kuliah, kampus dan suasana baru menyelimuti hatinya, Ia sadar bahwa sekarang Ia memegang dua peranan yaitu menjadi seorang karyawan swasta dan mahasiswa. Saking semangatnya, pukul 6 sore Tina sudah stand by di kampus.  Hari ini adalah jadwal penentuan kelas mahasiswa. Ia berdiri di depan mading yang terpampang di pintu lobi, telunjuk tangannya tidak berhenti mencari namanya dari setiap kertas yang tertempel. “duh mana yaa nama gw, Tina Utari, hemmm.”
“Hey, Tina” suara teriakan terdengar dari belakang dirinya, Tina pun sontak memalingkan kepalanya kearah teriakan itu, rupanya Yudi yang memanggilnya. Yudi adalah teman pertama yang Tina kenal pada saat Penerimaan Mahasiswa Baru dan kebetulan mereka dari jurusan yang sama, yaitu Kependidikan Bahasa Inggris. “Hey Yud, gimana udah nemu kelasnya?” sapa Tina. “Ya belomlah, gw baru dateng, lo udah??” tanya Yudi
“hadehh, pusing gw kebanyakan tulisan banyak banget nama-namanya dan gw belom nemu nama gw dikelas berapa.”  “yaudah kalo gitu kita cari bareng.” sambil mencari namanya dan tiba-tiba Yudi teriak kegirangan “ Yes, gw udah nemu Yudi Sutrisna di kelas C, Tina kita sekelas, yihaaa.. lo sekelas sama gw.” “oya? “ seakan Tina tidak percaya bahwa Ia akan sekelas dengan Yudi. Ia pun menghampiri mading itu untuk memastikan apakah benar namanya berada di kelas C. “wah, Alhamdulillah yaa, kita sekelas.”
Untuk hari ini memang kegiatannya hanya mencari kelas saja dan kegiatan pembelajaran akan dilakukan esok hari.
Hari kedua Tina masuk kuliah, setelah pulang dari kantor pukul 4 sore Ia langsung menuju kampus dengan motor beat kesayangan yang masih kredit. Gadis hitam manis ini memang cukup berani,  gaji UMRnya yang pas-pasan Ia bisa kredit motor dengan jangka waktu cicilan tiga tahun, memberikan Ibu serta nenek kakeknya jatah bulanan dari gajinya, dan membayar kuliah pula, maka tak heran jika ayahnya mengacungkan dua jempol untuknya karena selain sifatnya yang sosial terhadap orang lain dan semangatnya tetap berkobar untuk terus belajar.
Tak terasa menikmati macetnya Jakarta, dengan jarak tempuh satu setengah jam dari kantor ke kampus akhirnya Ia sampai juga. Waktu menjunjukkan pukul setengah 6 sore. Masih sepi, dan kelas pun masih di isi penuh dengan mahasiswa pagi, akhirnya Ia duduk di depan lobi kampus sambil mengutak-atik blackberry yang Ia beli dengan hasil kumpulan uang insentif yang diberikan oleh bosnya yaitu  sekitar 7 bulan yang lalu. Saat mengutak-atik tiba-tiba layarnya bergetar dan bertuliskan “Yudi Calling.” Dengan jempol kanannya Ia memencet tombol berwarna hijau yang ada disebelah kanan dan meletakkan blacberry di telinganya “hay yud.” “Tina, lagi dimana??” tanya Yudi “Gw udah di kampus nih Yud, belom ada siapa-siapa, bt gw.. lo dimana?” tanya Tina balik “yaudah lo tungguin gw, bentar lagi gw nyampe.” “oke.”
Tidak lama kemudian, Yudi datang dan mengajak Tina untuk masuk ke kelas sambil menunggu dosen, maklumlah namanya juga mahasiswa baru jadinya suasana kelas masih kaku. Mereka duduk bersebelahan dan sambil berkenalan dengan mahasiswa yang lain. Suasana kelas yang cukup kondusif dan nyaman, jumlah mahasiswanya cukup banyak sekitar ada 40 orang terdiri dari 20 orang mahasiswa laki-laki dan 20 orang mahasiswa perempuan. Lagi-lagi suasana baru dirasakan oleh Tina, karena selama setahun Ia menantikan suasana kelas yang seperti ini. Sebelumnya Ia berasal dari Sekolah Menengah Kejuruan Sekretaris yang hanya terdapat satu orang siswa laki-laki di dalam setiap kelas. “wah, suasana yang kaya gini yang gw cari, cowonya banyak, lumayan lah buat cuci mata siapa tau ada yang nyantel satu di hati gw” dalam hatinya berkata sendiri. Maklum saja, mungkin Tina merasa kesepian setelah kurang lebih dua setengah tahun menjomblo, bahkan Ia lupa bagaimana rasanya berpacaran. Ada satu cowo yang Ia taksir di dalam kelasnya, namanya Iwan. Tidak dapat dipungkiri kesan pertamanya adalah karena fisik. Iwan memang cowok cool yang ada di kelasnya. Setelah dua jam belajar di dalam kelas akhirnya Tina pun pulang ke rumah.
Tak terasa sudah seminggu Ia menjadi mahasiswa, seperti biasa setelah pulang kantor Ia langsung menuju kampus. Hari ini adalah pelajaran Speaking, padahal baru satu minggu kegiatan pembelajaran ini dimulai, tapi semua mahasiswa sudah dekat dan saling kenal. Pukul 18.30 tepatnya, Mam Fitri sudah masuk ke dalam kelas. Karena pelajarannya tentang Speaking maka kelas ini pun di isi dengan Conversation English. “Good Evening Class” sapa Mam Fitri kepada para mahasiswa, “Good Evening Mam.” “Oke, we are going to study about greeting, please make a group by your self!, one group consisted of 10 people, so we have 5 groups in this class. After that, please create a dialogue about greeting, the theme I submit to you, I think 15 minutes it’s enough to discuss then show your group in front of the class.” Semua mahasiswa pun langsung memutarkan kursinya dan membuat suatu lingkaran besar yang terdiri dari 10 orang, tapi ternyata malam ini banyak mahasiswa kelas terbang yang ikut bergabung jadinya 1 grup terdiri lebih dari 10 orang. “Mam, there are so many people today,  may I make 1 group again? so we have 6 groups.” Tanya Tina kepada dosen Speakingnya. “I’m so sorry dear, i just want to be 5 groups because if the groups more than 5, we won’t have enough time, so please for you who don’t have a group, you can join with another group.” “Oke Mam, I see.” Tina dan ketujuh kawannya yang belum mendapatkan grup akhirnya memencar dan bergabung dengan group lainnya yang sudah genap berjumlah sepuluh orang. Secara tidak sengaja, Tina sekelompok dengan Yudi.
 “gimana nih Tin, kita mau nampilin apa?” tanya Yudi. “wah gak tau Yud, belom kepikiran sih di otak gw, mungkin yang lain ada ide?” tanya Tina kepada Yudi dan temannya yang lain dalam satu kelompok. “iya nih, waktunya Cuma 15 menit, harus cepet klo nggak masa kita diem aja di depan kelas, hahaha..” kata Via sambil nyengir gaya kuda. “Mungkin Dimas ada ide?” tanya Indri yang duduk disamping Tina. Dimas salah satu cowok yang paling pendiam di kelas, tidak seperti teman laki-laki yang lain yang sudah kenal satu sama lain dan tidak kaku, entah apa yang ada didirinya sehingga Ia bersikap pendiam atau mungkin memang  sifatnya pendiam. Dimas hanya menggelengkan kepala saat ditanya oleh Indri, “gak ada.” Jawabnya singkat. Akhirnya Yudi mengambil sebuah keputusan “Yaudah gini aja deh, ceritanya tentang sebuah keluarga aja, lo pemeran utamanya Tin.” Sambil menunjuk Tina, “Lah kok gw?” kata Tina sambil mengerutkan keningnya. “Speaking lo kan lumayan bagus, lo ceritanya jadi anak sekolah yang lagi pulang sekolah, ntar kan ada greetingnya tuh ke Bapak n emak lo, trus yang jadi bokapnya lo Dimas n yang jadi emaknya si Tina siapa ya?” “Yaudah gw aja deh yang jadi emaknya si Tina.” Indri mengacungkan telunjuk dan menawarkan diri untuk jadi Ibunya Tina di dalam dialog ini. “oke lo ya ndri, Dimas lo setuju kan jadi Bokapnye?” “yaudah deh gw setuju” jawab Dimas pasrah. “nah terus gw, Via, Lefi, Dwi, Andika, n yang lainnya jadi temennya si Tina yang lagi main ke rumahnya buat belajar bareng, dari situ kan kita bisa greeting tuh sama si Dimas n Indri selaku bokap nyokapnya, udah masalah dialog kita spontan ajalah gw juga bingung mau ngomong apaan.” Kata Yudi. Dan teman-teman yang lainnya pun setuju. Tak terasa 15 menit sudah berlalu dan sekarang adalah waktunya masing-masing kelompok menampilkan performancenya di dalam kelas.
Setelah 4 kelompok maju, sekarang giliran kelompoknya Tina dan kawan-kawan yang maju. “Assalamualakum Dady, good afternoon” sapa Tina dengan acting ala anak kecil kepada Dimas yang berperan sebagai ayahnya “waalaikumsalam, hey dear how about the school today?” tanya dimas sambil duduk dan memegang buku, ceritanya Ia adalah seorang ayah yang sedang duduk membaca koran di ruang tamu. “Oh my God dady, I have so many homeworks, oya, where is mamy, Dad?” tanya Tina manja kepada Ayahnya, Dimas. Dimas pun teriak sambil memanggil Indri, “Mamy, our beloved daughter had come back from school.” “Yes honey.” Jawab Indri sambil berjalan menghampiri Tina. Suasana kelas berubah menjadi ramai menyaksikan Tina dan Grupnya Tampil. Memang acting yang bagus. “are you tired honey?” tanya Indri kepada Tina “Yes of course I’m so tired Mam, Oh my God, Mamy and Dady, today I ask my friend here to study together with me.” “where is your friends?” tanya Dimas kepada Tina “ they are in front of the door.” “oh My God dear, so ask them to enter our house.” Kata dimas. “hey guys, let’s enter my house.” Ajak Tina. Mereka pun satu persatu memasuki rumah Tina sambil menyapa Ayah dan Ibunya sambil berdialog. Semua teman-teman yang berada di dalam kelas merasa terhibur dengan penampilan dialognya yang lucu dan kreatif.
Keesokan harinya, Ani, salah satu temannya Tina menghampiri dirinya, “Kemaren akting lu bagus.” Sambil menarik kursi yang ada di sebelah Tina dan duduk. “hahaha, gw juga gak tau kenapa gue bisa acting kaya gitu, mungkin dari temen-temennya juga kali ya yang seru makanya gw bisa tek tok.” Jawab Tina sambil tersenyum. “wkwkwkwkwk, pimpong kali tektok, sumpah kemaren gw kaga berenti ngakak, keren dah. Eh btw kalo gw perhatiin lo berdua cocok deh sama si Dimas.” Ledek Ani. “hah, gila kali lo, lo kok bisa ngomong gitu si Ni??” tanya Tina heran. “iyalah, nih ya gw jelasin.” “sssstt...” Tina meletakkan telunjuknya tepat didepan bibirnya yang berwarna kemerahjambuan menyetopkan pembicaraan Ani karena suaranya Ani terlalu keras, “jangan keras-keras dodol, lu gak liat Dimas duduk di depan gw.” Ani langsung melirikkan matanya kearah dimas. “gini cuy, lo ketik aja di bb gw alesan lo, takut orangnya denger. Hehehee.” Ani pun langsung mengetik alasannya kenapa Dia bisa bilang kalo Tina cocok dengan Dimas. Setelah diketik, Tina membaca ketikannya Ani di dalam hati “iyalah, lo punya karakteristik yang beda, tapi menurut gw lo sama-sama pinter. Dimas terkesan pendiem, tapi diemnya tuh berisi, nah klo lo, lo itu aktif tapi sama, lo juga pinter n biasanya ya cuy, klo yang aktif cocoknya sama yang pendiem.”
 “gw gak nyangka Ni, klo lo bisa berpendapat kaya gitu, klo gw boleh jujur, semenjak kemaren kita satu kelompok, gak tau kenapa gw tertarik aja ngeliat Dimas. Hehehehe.” Sambil malu-malu Tina mengatakan pernyataan ini kepada Ani yang bisa dipercaya menjaga ucapannya. “hahaha, beneran kan apa gw bilang, biasanya orang yang udah gw ramal cocok kedepannya bakalan bagus n berjalan terus.” Kata Ani sok tahu seperti peramal saja. Setelah mengenal Dimas dalam satu group kemarin sepertinya Ia lupa bahwa ada satu cowo yang pertama kali Ia taksir yaitu Iwan. Kali ini sepertinya rasa naksirnya kepada Dimas sudah melampaui batas, tak jarang Ia suka senyum-senyum sendiri jikalau berbayang tentang actingnya beberapa hari yang lalu bersama Dimas pada pelajaran Speaking. Kehadiran Dimas di dalam kelas membuat Tina semakin bersemangat untuk kuliah. Dimas yang pendiam namun pintar membuat Tina semakin ingin bersaing dan menampilkan yang terbaik.
Hari ini adalah hari minggu, biasanya Tina membawa pulang laptop yang Ia gunakan di kantor untuk membuka internet dirumah. Situs yang Ia buka adalah facebook, pada saat Ia mengklik beranda facebook, terpampang di dinding beranda Foto Dimas dan ke tiga kawannya di Mc Donalds. Dalam foto itu bertuliskan “belajar bareng, with Timo dan Eko.” Mata Tina tidak berhenti menatap foto Dimas, “Subhanallah, kayaknya beneran nih gw jatuh cinta sama lo Dim,” dalam hatinya berkata sendiri. Mungkin sebagian wanita juga akan merasakan hal yang sama dengan Tina, bagaimana tidak, Dimas memiliki karakteristik yang unik yang jarang dimiliki oleh pria lain. Ia adalah laki-laki smart, memiliki fisik yang bagus tinggi semampai, manis, dan gayanya yang tidak neko-neko. Pada saat membaca teks yang ada di fotonya Dimas terlintas di pikiran Tina kalau Ia ingin mendekati Dimas dengan cara belajar bersama dengan Dimas beserta teman-temannya. Langkah pertama yang Ia lakukan adalah mengomentari status Eko salah satu teman Dimas dan juga teman Tina di dalam kelas. Waktu itu statusnya Eko di facebook adalah “wah bakalan belajar sampe pagi nih bareng Timo and Dimas.” Tina langsung mengetik kilat untuk mengomentari statusnya Eko. “wih, belajar gak ngajak-ngajak.”
Akhirnya mereka komen-komenan di facebook :
“hehehehe, kita lagi ngerjain tugas kelompok PKN nih, kelompok lo enak Tin, minggu lalu udah maju”
“lah, emang lo beloman ya, hahahaha.. belajar bareng ajak-ajak gw dong, suntuk klo belajar sendirian dirumah.. hehehe” ledek Tina
“belom selasa depan kelompok gw yang maju, serius lo mau belajar kelompok bareng sama gw, Timo n Dimas?”
Saat mereka sedang komen-komenan facebook, muncul satu komen dari nama yang gak jelas “kodok ngorek” :
“woy, gw ikutan dong”
“hah, kodok ngorek siapa lo? Aneh namanya” sahut Eko mengomentari statusnya
“hahaha, gw Ani masa gak kenal sih.”
“oh, abis nama lo sih yang gak jelas, nama kok kodok ngorek.. hahaha, yaudah Tina n Ani, besok kita obrolin lagi dah masalah belajar kelompoknya di kampus yak.”
“oke2.. tengs Eko.” Balas Tina di statusnya Eko.
Dari situ, Tina merasa senang karena setidaknya Ia memiliki akses untuk bisa dekat dengan Dimas. Waktu sudah cukup malam kira-kira sekitar pukul 24.00 WIB, namun Tina masih asik dengan laptop kantornya dan masih online di facebook. Ia menuliskan status “sumpah kagumm beraaaaaaattt sama lo.” Beberapa menit kemudian, bb nya berdering, Tina yang sedang asik memainkan facebooknya langsung mengambil handphone yang Ia letakkan di atas  meja. “Yudi” agak heran, ada apa ya Yudi menelepon Tina tengah malam begini. “iya yudi,” sapa Tina. “Tin, lo udah tidur?”  “belum Yud.. hehehe,” “ Eh gw mau tanya dong, status lo yang barusan di fb, ciye buat siapa tuh.” “hah??” Tina kaget, ternyata Yudi telepon hanya untuk menanyakan kejelasan status yang beberapa detik Tina tuliskan di facebook. “oh, hehehe, itu gw kagum sama temen gw.” Jawab Tina bercanda. “oh, lo suka sama Dimas ya Tin?” “lah kok lo bisa bilang begitu sih Yud?” tanya Tina penasaran kenapa kok tiba-tiba Yudi bisa melontarkan kata-kata seperti itu.  “menurut gw ya Tin, Dimas itu gak pantes buat lo, emang sih gw akuin Dia itu smart orangnya, tapi sikapnya masih kekanak-kanakan, lo itu kan manja Tin, jadi saran gw lebih baik lo itu cari cowo yang dewasaan dikit lah.” “hahahaha, siapa juga yang naksir sama Dimas, kita cuma temenan kok.” Jawab Tina mengelak seakan-akan Ia tidak ingin Yudi mengetahui perasaannya ke Dimas. “oh yaudah deh, gw kirain lo lagi naksir, emang status lo itu buat siapa sih?” tanya Yudi detail. “itu status gw tulis buat Vina, dia salah satu temen gw yang dapet beasiswa ke India, suer tuh cewe pinter banget, udah gitu gak sombong, baik, cantik n ramah pula.” Memang benar Tina memiliki sahabat bernama Vina yang mendapatkan beasiswa ke India, tetapi status yang Tina tulis di facebook bukan untuk Vina tetapi memang benar untuk Dimas. “oh gitu, yaudah gak apa2, lo kok belum tidur Tin? Besok kerja kan??” kata Yudi perhatian ke Tina. “iya ini gw mau tidur.. ngantukk.. hoaaaaammmm” sambil nguap. Pembicaraan mereka lewat telepon pun berakhir. Aneh memang, ada apa ya dengan Yudi menanyakan status yang Tina tuliskan di dalam facebooknya. Tak lama kemudian, Hp CDMA Tina bergetar, ternyata Ani yang menelepon.
“halo” nada Tina lemas
“Tinaaaaaaaaaaaa, gw gak bisa tidur, bt gw.” Teriak Ani
Spontan Tina langsung menjauhkan hpnya yang Ia tempelkan di telinga “buset, suara lo semangat banget, udah jam berapa nih non?”
“iya, gw bt nih, eh kita bakalan belajar kelompok bareng sama Dimas, Eko n Timo ye? Ciyee, kayaknya bakalan ada yang deket nih sama Dimas.” Ledek Ani
“Bisa aja lo, hahaha, iya semoga aja jadi, eh Ni, btw lo tau gak sih barusan si Yudi telepon gw.”
“ngapain tuh orang nelepon lo?”
“barusan kan gw nulis status “sumpah kagum berat sama lo” yaa lo taulah Ni, status gw buat siapa.”
“iya gw tau, terus2..” Ani yang tak sabar ingin mendengar ceritanya Tina
“nah trus dia nanya statusnya buat siapa? Yah gw bilang buat temen gw cewe namanya Vina, mampus gw Ni, hampir gw ketauan klo gw suka sama Dimas karena dia langsung buat statement, Yudi bilang, lo suka sama dimas ya Tina? Ya dia bilang katanya Dimas gak panteslah buat gw karena sikapnya yang masih kaya anak kecil. Gw jadi heran deh Ni, kok si Yudi bisa bilang gitu yaa??”
“hahahaha... Yudi naksir tuh sama lo”
“what kok lo bisa ngomong gt sih Ni??” jawab Tina gak percaya dengan pernyataan Ani, maklum untuk urusan cinta Tina memang harus banyak belajar dari Ani yang sudah berpengalaman masalah cinta
“Tina... Tina.. sekarang gw tanya ya sama lo, buat apa sih cowo nelepon malem-malem buat nanyain status lo yang gak jelas.. apalagi dia sampe kasih pendapat klo lo gak cocok sama Dimas, itu namanya Dia cemburu sama lo. Hahahaha..”
“duh lo ngaur ah, Yudi kan udah gw anggap kaya sahabat gw sendiri Ni.”
“ya itukan anggapan lo, siapa tau dia beneran suka sama lo, kita kan gak pernah tau Tin.”
“hadeeehh aneh ahh, yaudah gw mau tidur dulu nih, ngantuk.”
“oke deh, sampe ketemu besok di kampus yaa, dadaaaa Tina sayang” salam perpisahan yang diucapakan Ani dalam mengakhiri pembicarannya di telepon.
Hari jumat merupakan hari terakhir dalam perkuliahan reguler sore.
“Tin, jadi belajar bareng?” tanya Eko sambil berjalan menghampiri bangku Tina
“jadiin yuk, gw butuh temen nih buat belajar bareng.”
“Eh mau pada belajar bareng ya? Gw boleh ikutan gak??”sahut Indri yang duduk bersebelahan dengan Tina
“lo mau ikut ndri? Yaudah ikut aja”
“kapan cuy?” tanya Ani
“yaudah, hari sabtu di kafe tebet aja” kata Eko
“jadi siapa aja nih yang ikut?” speak Tina berharap kalo Dimas bisa ikutan belajar kelompok juga dengannya.
“ya biasalah, Gw, Dimas Timo, trus Lo, Ani, Indri.”
“woy, mau belajar bareng?? Gw ikuuuutttttt..” teriak afril dari kejauhan
“gila suara lo nyaring kaya petir fril” ledek Ani
“hehehe, lagian lo pada gitu banget sih belajar kagak ngajak-ngajak gw.”
“yaudah ikutan aja lagi biar rame” kata Tina, “gak apa-apa kan ya Eko kalo kita rame-rame??”
“yee, terserah lo lagi, gw mah asik-asik aja” jawabnya nyantai
“oke kalo begitu see you tomorrow yaa jam 3 sore gw udah stand by di cafe.” Kata Eko memberitahukan ke yang lainnya.
Hari sabtu Tina harus bekerja setengah hari, namun untuk hari ini Ia harus lembur menyelesaikan pekerjaannya yang sempat terpending karena Ia harus pulang on time kemarin-kemarin agar Ia bisa kuliah, pekerjaan yang ditanganinya di kantor memang cukup banyak dan bermacam-macam. Semua ini Ia tangani mulai dari pekerjaan General Affair untuk mengontrol stok Alat Tulis Kantor, belum lagi jika ada karyawan baru di kantornya, maka Ia yang mengurus daftar absensi pada mesin fingerspot, kemudian masalah piutang, pembukuan, arsip dan hampir semuanya pekerjaan kantor menjadi job desknya. Prinsipnya adalah semakin banyak pekerjaan kantor yang ditangani maka semakin banyak pula ilmu dan keterampilan yang Ia dapat, jadi jika suatu saat Ia menemukan tempat kerja yang lebih baik maka Ia sudah memiliki pengalaman untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan yang berhubungan dengan perkantoran.
Padahal sudah waktunya pulang karena waktunya sudah siang bolong dan jarum jam tepat berada pada angka 12. Namun Tina masih disibukkan dengan pekerjaannya. Mejanya semakin menggunung dengan tumpukan kertas yang tidak sabar minta disusun rapi. Ia memiliki target bahwa di jam 3 semuanya harus sudah selesai agar Ia bisa ikut belajar bersama dengan Eko dan kawan-kawan.
“Tina, sorry kita pulang duluan yaa say.” Pamit Wulan dan Yesi sahabat kantornya
“Oke mba, ati-ati yaa.. wah mau malem mingguan nih yaa,” ledek Tina
Wulan dan Yesi pun hanya tersenyum saja dengan ledekan Tina sambil berjalan meninggalkan ruang kerja mereka.
“Belom pulang Non?” tanya Pak Turiman ramah dengan logat sundanisnya, sambil mengangkut sampah kertas dari masing-masing tempat sampah yang ada di setiap pinggiran bawah meja dan memasukkan sampah kertas tersebut pada suatu kantong plastik besar untuk dibuang.
“Belom pak, masih banyak banget nih kerjaan.” Jawab Tina halus
“yaudah Non, pulang aja.. ngerjain kerjaan mah gak ada abisnya atuh.”
“heheheh.. iya pak, Cuma ntar kan klo tambah numpuk sayanya juga yang repot, gak apa-apa pak, sebentar lagi kelar kok.”
“sendirian di ruangan gak apa-apa ya Non, bapak mau keluar dulu nih buang sampah sama nyuci piring.” Pamit Pak Turiman seorang Office Boy kantor
“iya Bapak, gak apa-apa, sudah biasa menyendiri kok.. hehehehehe..”
Satu per satu pekerjaan Tina selesaikan dengan cepat namun tetap teliti mengerjakannya. Tinggal satu sub pekerjaan lagi yang harus diselesaikan yaitu mengarsip dokumen. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, saat sedang mengarsip bb nya berdering nada sms. “dimana lo?” tanya Ani dalam smsnya
“masih dikantor cuy, sorry gw telat.. kerjaan numpuk.. u dimana??”
“yee, gw udah sama anak-anak nih.. tinggal u n afril aja yang belom dateng, u dateng kan Tin??” tanya Ani
“Iya gw dateng, bentar lagi capcus.. udah beres kok.. jam 4 gw udah nyampe sana, see you.”
“oke” balas Ani singkat pada sms.
“hadeehhh, selesai juga nih kerjaan” ucap Tina sambil mengelap wajahnya dengan tisu dan sambil mematikan laptop serta merapikan mejanya. Setelah itu, Ia masukkan laptop pada tas gemblok berwarna coklat milik Wulan sahabat kantornya. Tas coklat ini sepertinya memang sudah menjadi HM alias Hak Miliknya. Suasana di kantor memang sudah seperti keluarga sendiri, maka tidak heran jika Tina sering meminjam tas coklat Wulan untuk menggendong laptopnya. ^_*
“Pak Tur, saya pulang duluan yaa..” pamit Tina kepada Office Boy
“iya non, hati-hati yaa, pulang dijemput nih sama yayang??” ledek pak Tur sambil tersenyum
“saya belom punya yayang pak, biasalah bawa motor sendiri, bye pak Tur.” Sambil melambaikan tangan tanda ucapan pamit meninggalkan kantor.
Selama setengah jam menuju kafe tebet akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Matanya melirik ke kanan dan kekiri mencari dimana Eko dan kawan-kawan ngumpul. “aha, itu mereka” dalam hati sambil tersenyum dan menghampiri kursi paling pojok kanan kafe tempat mereka berkumpul.
“nah ni dia nih yang ditunggu-tunggu,  lama bener lo Tin.” Indri nyeletuk
“biasa, kerjaan.. gimana belajarnya udah sampe mana??” tanya Tina
“hahaha, becanda dari tadi kita, lah gimana mau konek ke internet buat cari materinya, modemnya si Eko gak bisa.” Jawab Dimas.
Tina mengambil sebuah kursi kosong dan menarik kursi tersebut untuk duduk tepat di depan Dimas.
“lo bawa laptop?” tanya Dimas
“iya, laptop kantor ini juga.. bentar gw jajal dulu siapa tau wifi nya berfungsi.”
“bimsalabim, abrakadabra satukan kekuatan cinta dan wifinya pun akan menyala.” Teriak Ani menghibur
Mereka semua terbahak-bahak melihat gayanya Ani yang cuek dan nada suaranya yang melambung.
Hahahahhahaaaa..
“wissss, bisa cuy.” Tina teriak kegirangan
“Alhamdulillah yaa” sahut Timo
“woyyy cuy.” Terdengar bunyi teriakan nyaring dari belakang kursi Eko
Ternyata Afril yang baru datang.
“huuuu, udah telat paling nyaring lagi” ledek Eko
“hehehehe, sorry, macet” kata Afril mencari alasan
“Lewat mane lu Fril, aneh-aneh aje macet.” Tanya Dimas
“Lewat hati kamyuuuuu sayang” kata Afril menggoda Dimas bak Anjing yang sedang menggombal
Mereka pun tertawa-tawa bersuka ria. Hampir seluruh tamu kafe memperhatikan mereka yang seru sendiri dengan candaannya. Walaupun tidak belajar sepenuhnya, setidaknya ada sesi kumpul-kumpul dan tertawa bersama menghilangkan stress Tina yang siang tadi dibanjiri banyak pekerjaan di kantor.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Waktunya mereka pulang kerumah. Dari pagi sampai malam ini, Tina belum pulang kerumah karena disibukkan dengan pekerjaan kantor dan pertemuan dengan teman-temannya. Saat sedang dijalan menuju tempat parkir, mereka masih saja tertawa bersama sambil action di setiap tempat menarik di pinggir cafe yang menurut mereka bagus untuk dijadikan background foto.
“woy, woy disini-nih bagus.” Teriak Dimas sambil bergaya disamping Air mancur cafe
Pernyataan sebelumnya bahwa Dimas adalah seorang yang pendiam ternyata salah, Ia adalah seorang yang seru, gokil dan asik diajak bercanda. Sifatnya yang kemarin pendiam mungkin hanya upayanya dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya yaitu kampus.
“oiya, lucu.” Tina berlari sambil menghampiri Dimas yang masih bertahan dengan gayanya. Tina pun tak ingin pada saat di foto Ia berjauh-jauh dari Dimas. Mau nya nempel saja seperti perangko.
“Jepret”
Cukup banyak foto yang diambil disetiap sudut yang berbeda. Namun tak mengubah posisi dimana ada Dimas bergaya pasti disampingnya ada Tina yang ikutan bergaya pula.
“Ihh, gw gak nyangka banget padahal kita baru sebentar ya kenal tapi udah kenal kaya 5 tahunan gitooo.” Curhat Eko sepertinya pernyataannya ini dari hati yang terdalam
“Iya bang, asik banget.. ndri juga baru ngerasain ternyata seru banget kumpul2 kaya begini.” Indri pun ikutan curhat
“yaudah kita adain aja kumpul bareng setiap sabtu. Hahahahaaa” ajak Afril
“bener banget tuh, gw juga enjoy kok.” Sahut Timo
“ahh gw mah asik-asik aja, yuukk ngumpul..” menyusul Ani
“bagusssss, bakalan seru nih.” Dalam hati Tina sambil tersenyum memandang Dimas
“yaudah kumpul ajaaa, lagian gw sabtu libur kok, jadi bt aja klo Cuma dirumah doang.” Tutup kalimat Dimas menyatakan persetujuan.
Dari pertemuan pertama inilah akhirnya mereka menjadikan hari sabtu sebagai hari kumpul bersama, hari belajar bersama, hari tertawa bersama, hari sharing bersama. Bagi Tina hari sabtu adalah hari istimewa dimana Ia bisa bertemu Dimas, cowok yang sampai sekarang masih Ia taksir dan berharap suatu saat nanti Dimas bisa menyatakan perasaan cintanya kepada Tina.
Hari demi hari telah Tina lewati, tidak terasa sudah 5 bulan Tina menjalani kuliahnya. Rasa cintanya kepada Dimas masih tersimpan di dalam lubuk hatinya. Namun sikap Dimas masih saja dingin dan biasa. Padahal jika dilihat mereka sudah sering bersama dan tak jarang jika ada tugas secara kelompok mereka selalu berada dalam suatu kelompok.
“sumpah Tin, lo cocok banget tau sama Dimas.” Kata Lidia teman sekelasnya Tina
“hah, masa sih.. kok lo bisa ngomong gitu??” kata Tina yang sontak terkejut. Karena bukan saja Lidia yang berbicara seperti itu kepadanya namun juga Ani, Eko, Indri, Timo, Afril, Via, dan teman lainnya hampir semua satu kelas berpendapat sama. Entah apa dan mengapa Dimas masih tetap pada sikapnya yang dingin, apa mungkin sebenarnya Ia sudah mengetahuinya bahwa Tina jatuh cinta kepadanya dan pura-pura tidak tahu atau mungkin karena saking pintarnya, Dimas tidak mengetahui sama sekali tentang perasaan Tina atau kemungkinan lagi Dimas juga memiliki perasaan yang sama namun Ia juga malu untuk mengungkapkannya atau memang Dimas yang sudah memutuskan ingin fokus kuliah dan menomor sekian kan urusan bercinta ?? Entahlah hanya Dimas dan Tuhan yang mengetahuinya, karena selama ini Dimas memang pandai menyimpan rahasia dan sifatnya memang selalu membuat orang penasaran.
Hubungan mereka sampai sekarang masih cukup baik sebagai seorang sahabat. Tina memang gadis yang pintar, pintar menyimpan perasaan cintanya. Ia bisa bersikap biasa layaknya seorang teman bila sedang berkomunikasi dengan Dimas.
“gw bener-bener salut sama lo Tin.”
“Maksud lo ndri??” tanya Tina kepada Indri
“gw tau gimana dalemnya perasaan lo sama Dimas, tapi lo bisa nyimpen itu baik-baik di lubuk hati lo, sampe-sampe Dimas pun gak tau.. klo gw jadi lo Tin, tadi pada saat kita diskusi bareng sama Dia buat kelompok Agama, mungkin gw udah gugup saking nerveousnya”
Tina mengerutkan keningnya, “ iyalah Ndri, gw sih belajar bersikap profesional aja, lagian tadikan diskusinya juga rame-rame.” Tina menjelaskan pelan
“trus lo masih berharap sama Dimas?” tanya Indri pelan dangan lantunan suara yang halus
“berharap si masih Ndri, tapi kadang lama-lama bt juga yaa, gak ada respon sama sekali. Yaudahlah gw mah serahkan saja pada yang Maha kuasa. “ jawab Tina santai
“Yaudah lo santai aja Tin, gw doain jodoh deh lo sama Dia.” Kata Indri memberikan semangat.
“Amin Ya Allah, tengs Ndri.”
5 bulan bukan lah waktu yang sebentar untuk menunggu sang cinta datang secara nyata. Rasa itu mulai memudar namun tetap masih ada bercak-bercak cinta yang masih menempel di hati Tina. Tina mulai menyerah untuk mendekati Dimas yang tidak ada respon sama sekali. Sehingga pada suatu ketika Ia berkenalan dengan Rian mahasiswa dari jurusan yang sama, Ia berasal dari kelas A.
“Hey, kayaknya pernah kenal deh.” Sapa Rian kepada Tina yang sedang berjalan menuju kelas
“iya gw tau, lo yang waktu itu ikut kegiatan sosial di hari minggu kan?”
“iya, iya, bener banget lo, nama lo siapa??” tanya Rian sambil menjulurkan telapak tangannya mengajak Tina untuk berkenalan.
“nama gw Tina, lo?”
“gw Rian, eh pake bb, bagi pinnya bisa kali.” Minta Rian sambil meledek
Tanpa berfikir panjang karena Rian merupakan teman seperjuangan dari jurusan yang sama Tina pun memberikan Pinnya “nih, C1NT4KM”
“wihh pinnya bagus, klo di baca Cinta kamu, gilee keren ye pinnye.”
“hahahaha.” Tina hanya bisa tertawa dengan lawakan Rian “hemm lumayan lah setidaknya Dia bisa menghibur gw.”
“udah gw invite Tin, di Accept ngapa.”
“iya bentar, tuh udah kan..”
“Gilaa fotonya muanis banget,” puji Rian pada Tina
“hahaha, tengs, mana lo kaga ada fotonya??” ledek Tina
“gak pede Tin, yaudah ntar lanjut bbm yaa.”
“oke, bye.”
Kehadiran Rian akhir-akhir ini memang memberikan angin sejuk pada Tina disaat Ia berhenti berharap mendapatkan cinta Dimas. Hampir setiap saat Tina dan Rian BBMan, ada saja topik yang menjadi bahan pembicaraan mereka. Pernah pada suatu hari tepatnya tanggal merah, Tina merasa bosan di rumah,
“ping”
“Lagi apa Tin?”
“hey, lagi tidur2an aja nih. U?”
“hemm, lagi nonton tv aja nih sambil minum Es teh, liburan gak keluar?” tanya Rian
“pengen sih Cuma males ajaaa, lagian mau kemana juga.”
“lah, jalan gitu kemana kek, gak jalan sama cowonya?”
“hah cowo?? Gw belom punya cowo yan, makanya bt nih gak kemana2..hehehhee”
“Udah makan belom?” tanya Rian semakin perhatian
“belom, u udah?” tanya Tina Balik
“belom juga sih, mau makan bareng??” ajak Rian
Tina terkejut membaca bbmnya “nih orang serius gak sih??” tanya Tina dalam hatinya, ia kembali mengetik bb nya
“yakin, rumah lo dimana sih??” tanya Tina
“daerah bekasi, emang kenapa?”
“gila jauh bener, kasian lo kejauhan gak enak gw.”
“yaelah santai sih Tin, Rian jemput gimana?? trus kita makan bareng?? Rian juga bt nih gak kemana2, lumayan kan jadi bisa saling ngilangin BT kita, tenang ntar baliknya dianterin.. ayo cepet mumpung masih sore nih..”
“ping”
“hemm,, oke deh, kita ketemuan di Pasar Minggu aja ya yan setelah itu baru tentuin tempatnya.”
“sip, jam 4 udah disana yaa..” ajak Rian
“iya, gw mau mandi dulu.”
“pantesan tadi ada bau2 sedap gimana gitu taunya ada yang belom mandi.. huft”
“hahahaaa” Icon senyum ^_^
Pertemuan pertama dan makan bersama, bercanda dan sharing berbagai hal membuat Tina membuka hatinya untuk pria lain.  Sebenarnya sebelum Rian ada di kehidupan Tina, Yudi sudah dahulu menyatakan perasaan cintanya kepada Tina, namun Tina tolak dengan alasan mereka adalah sahabat karib bahkan sudah seperti saudara sendiri. Namun tolakan Tina itu Yudi hargai dan tidak mengubah sikap Yudi terhadapnya. Mereka tetap berteman baik sampai sekarang. Bahkan sudah seperti adik dengan kakaknya, Tina suka sharing masalah yang Ia hadapi dan Yudi pun begitu.
Setelah beberapa hari ketemuan di kampus dengan Rian dan pulang bersama pada saat Tina tidak membawa motornya ke kampus, hubungan mereka semakin erat.
“Istirahat yaa.” Kata Rian di depan pintu rumah Tina, hari ini Rian mengantarkannya sampai rumah
“tengs ya yan, Rian juga istirahat.” Kata Tina mulai perhatian
“tengs yaa, yaudah sana masuk.”
“bye”
Rian memang laki-laki yang baik dan lucu, Cuma kalau di lihat dari fisik Ia memiliki tubuh yang cukup gendut dan hitam manis. Hehehhee.. yah setidaknya yang Tina lihat bukanlah dari fisikly namun seberapa penting kehadirannya pria itu disisi Tina, bagi Tina asal pria itu sudah bisa membuatnya nyaman dan asik, it’s okeylah daripada menunggu yang tak pasti.
Setelah kurang lebih satu bulan berkomunikasi dan bertemu hampir setiap hari dikampus, setelah UAS selesai Rian meminta Tina untuk menjadi kekasihnya. Karena Tina pun merasa nyaman dengan Rian, maka Tina menerimanya sebagai kekasihnya. Kali ini Tina merasa senang karena status menjomblonya selama kurang lebih dua setengah tahun berubah menjadi berpacaran. Meskipun bukan dengan Dimas belahan hatinya sejak awal, namun kini rasa itu telah berubah lantaran sikap Dimas yang sampai sekarang masih dingin dengannya. Cintanya sekarang untuk Rian, pria gendut, asik, dan Lucu yang Ia temui pada saat  ada kegiatan sosial di kampus. Namun tidak dapat dipungkiri Dimas adalah cinta pertamanya, jadi Ia masih menyimpan sedikit rasa di dalam hatinya.
Tina menyadari, Tuhanlah yang dapat mengatur jodoh manusia, Tuhanlah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Saat berpacaran dengan Rian, sikap Tina tidak berubah kepada Dimas, mereka tetap sahabat yang sering kumpul bersama di hari sabtu. Tetapi karena Dimas sering melihat Tina dan Rian berduaan, sikapnya semakin kaku kepada Tina. Entah mengapa sikapnya seperti itu, hanya Dia dan Tuhan yang tahu. ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar